Jumat, 06 Maret 2015

PENGAMATAN GEODINAMIKA DENGAN MENGGUNAKAN GPS GEODETIK

Sepdian Syafikri 23-2014-028 @fikriflux




Berkaitan dengan mata kuliah survey satelit, dimana terdapat pemanfaatan teknologi untuk mengetahui kegiatan geodinamika. dalam materi ini penulis mencoba untuk mengangkat fenomena penurunan tanah ( Land Subsidance ) dan Pergerakan Lempeng.

I.         PEMANTAUAN PENURUNAN TANAH  ( Land Subsidance )

1.    Fenomena Land Subsidance

Land subsidence (penurunan tanah) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut.
Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat bagi aspek- aspek pembangunan  seperti untuk perencanaan tata ruang (diatas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan sebaik-baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.

Gambar 1.1 Fase Penurunan Muka Tanah

2.      Teknik Pemantauan Land Subsidance

Pada prinsipnya, penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau dengan menggunakan beberapa metode, baik itu metode-metode hidrogeologis (e.g. pengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan piezometer yang diinversikan kedalam besaran penurunan muka tanah) dan metode geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).

3.    Teknik Pemantauan Land Subsidance Dengan GPS Geodetik
GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-Wellenhof et al., 1997]. Prinsip studi penurunah tanah dengan metode survei GPS yaitu dengan menempatkan  beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik untuk ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik penurunan tanah akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.
GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya penurunan muka tanah, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang pergerakan tanah dalam arah horisontal.
GPS memberikan nilai vektor pergerakan dan penurunan tanah dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan suatu wilayah secara regional secara efektif dan efisien.
GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya pergerakan dan penurunan tanah yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik.
GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan dan penurunan muka tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.

4.    Penelitian Land Subsidence di Bandung dengan GPS
Land Subsidence memang belum banyak dilaporkan di wilayah Bandung.  Namun demikian, dari hasil beberapa penelitian memperlihatkan adanya bukti land subsidence memang terjadi di daerah Bandung.   Kemungkinan besar faktor yang menjadi sebab terjadinya subsidence di Bandung ini karena pengambilan  air tanah yang berlebihan, disamping karena adanya efek konsolidasi dari lapisan tanah, dan efek lain.
Fenomena land subsidence (penurunan tanah) ini merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan penyebab terjadinya banjir di suatu daerah atau kawasan.  Ketika titik-titik yang mewakili suatu kawasan mengalami penurunan, yang menyebabkan daerah tersebut menjadi lebih rendah dari tempat-tempat lainnya (membuat cekungan), atau malah lebih rendah dari bentang hidrologi yang ada di sekitarnya, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang berpotensi banjir terutama ketika musim hujan tiba.
Pemantauan penurunan tanah di wilayah Bandung dan sekitarnya (Bandung Basin) menggunakan teknologi satelit GPS telah dilasanakan secara periodik oleh KK Geodesi bekerjasama dengan Dinas Pertambangan Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai dengan akhir tahun 2005, dimana survei pengukurannya telah dilakukan sebanyak 5 periode pengamatan.
Dari hasil pengolahan data survey GPS memang diperoleh informasi mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Bandung, dimana daerah Cimahi, Dayeuh Kolot, dan Cicalengka merupakan wilayah yang cukup signifikan terjadi penurunan tanah.  Besarnya penurunan tanah di wilayah Bandung selama lima periode ini rata–rata berkisar antara beberapa centimeter sampai beberapa desimeter, dan di daerah yang disebutkan di atas mencapai beberapa puluh centimeter.  Daerah-daerah tersebut adalah merupakan daerah Industri yang memang mengkonsumsi air tanah yang cukup banyak
       I.             
II.              PEMANTAUAN PERGERAKAN LEMPENG

1.    Tiga Jenis Perbedaan Lempeng

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:

a.    Batas transform (transform boundaries)

Terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.

b.   Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries)

Terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen

c.    Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries)

Terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).

2.    Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng tektonik. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak-pergerakan lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi. Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara, juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces). Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.

3.    Lempeng-lempeng utama

Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
·       Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua
·       Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
·       Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
·       Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
·       Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua
·       Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
·       Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera

4.    Pemantauan pergerakan lempeng dengan GPS
Pemantauan pergerakan lempeng bumi dapat dilakukan dengan menggunakan metode radial, dimana telah ditentukan titik-titik pengamatan yang digunakan secara continue. Pengamatan pergesaran lempeng, dilakukan dilokasi yang lempeng nya relative bergerak, seperti pada lempeng yang berada di sepanjang pesisir pulau Sumatra.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan GPS tipe Geodetik pengamatan dilakukan untuk mengetahui pergerakan lempeng bumi untuk dijadikan sebagai analisis area rawan tsunami, sehingga pemerintah dapat membuat jalur-jalur evakuasi tercepat dan teraman apabila terjadi tsunami.


 Gambar 2.1 Tampilan pergerakan Lempeng

Hasil pengamatan terhadap pergerakan lempeng dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pengamatan tiga tahun sebelum nya, dengan hasil pengamatan saat ini. Lempeng bumi dikatakan bergerak, apabila hasil pengamatan GPS menunjukan pergerakan titik pengamatan kearah yang sama.


Sumber Informasi :

0 komentar:

Posting Komentar